Derai ombak di tepi pantai...
Bagai menggulung bumi dalam simfoni senja...
Mengiring kisah tentang kita...
Yang terbalut kebersamaan...
Kisah kita yang takkan pernah terlupakan...
Bagai sejarah yang terukir tajam di ingatan...
Anak-anak pantai berlarian dan saling berkejaran, mengejar bduk-biduk pantai yang siap mengarungi lautan. Di ujung barat, tampak matahari yang bersiap-siap kembali ke peraduannya. Ombak pantai bergulung-gulung,seperti berkejaran. Karya Illahi yang indah tiada tara, disaksikan oleh dua dara berjilbab yang sedang menikmati senja.
Lama aku memandang wajah Laura, matanya nanar menatap langit yang perlahan akan gelap. Dengan hati dan pikiran yang penuh dengan pertanyaan.
”Ehm...kamu kenapa Ra?” tanyaku. Laura pun memandangku. Wajahnya penuh kesedihan.
”Ra....” desisku.
”Sudah lama sekali aku tidak duduk di pantai sambil menatap langit seperti ini, dan suasana seperti ini mengingatkanku pada seseorang...” jawabnya parau.
Sesaat kemudian, Laura mulai membagi kisah kecilnya yang begitu menyisakan luka yang pedih baginya.
***
Ketika itu Laura adalah seorang anak perempuan yang masih berusia 7 tahun. Ia tak seperti kebanyakan anak perempuan umumnya yang kreatif, pintar, ceria, dan serba ingin tahu. Laura adalah anak yang pemalu, penakut, dan termasuk anak yang kurang pandai. Ia memiliki seorang sahabat yang sangat bertolak belakang dengan dirinya, Nisa namanya. Sahabatnya yang pemberani, pintar, lagi baik hati.
Hari-hari Laura selalu dijalani bersama Nisa. Nisa selalu berusaha menghiburnya, dan baik dalam keadaan senang ataupun sedih, Nisa selalu setia menemaninya. Bagi Laura Nisa adalah sahabat yang benar-benar berarti. Hingga hari itu pun tiba.
Di tepi pantai, ketika senja Laura dan Nisa sedang asyik bermain pasir pantai, sambil membuat sebuah istana pasir. Ketika mereka tengah asyik bermain, suasana seketika berubah ketika datang Jihan dan teman-temannya. Jihan adalah anak yang sombong, dan suka menjahili Laura. Laura sangat merasa ketakutan, tapi ada Nisa yang selalu siap membantunya.
Jihan dan kawan-kawannya mulai beraksi untuk menjahili Laura. Nisa yang berani segera bersiap manakala Jihan hendak menyakiti sahabatnya. Ketika Jihan hendak mendorong Laura ke tepi pantai, Nisa dengan segera menghadangnya. Laura yang tak mampu berenang, wajahnya memucat karena takut kalau-kalau dia akan tenggelam.
Dengan keberaniannya Nisa meski dia juga tidak mampu berenang, Nisa dengan segera menarik Laura dari air pantai. Tapi tak disangka Jihan mendorong Nisa dengan kuat hingga Nisa pun tersungkur ke pantai. Laura yang telah keluar dari air pantai dengan bodohnya berlari meninggalkan Nisa yang ternyata perlahan hanyut terbawa ombak pantai. Jihan dan temannya segera berlari meninggalkan Nisa, karena mereka pikir Nisa pasti hanya bercanda.
Laura yang sadar telah meninggalkan sahabatnya segera berlari ke tepi pantai. Namun naas, Nisa sudah tidak tampak lagi di pinggir pantai. Laura kecil terguncang hebat. Ia shock di tengah kerumunan pengunjung yang seketika berkumpul setelah mendengarnya berteriak histeris memanggil nama Nisa. Kemudian seorang pria dewasa segera menyelam ke pantai setelah mendengar penuturan Laura.
Tak lama kemudiaan pria itu datang sambil menggendong sesosok jasad anak kecil yang sudah tidak asing lagi dimata Laura, itu adalah Nisa. Dengan wajah yang iba, pria itu memberitahu Laura bahwa sahabatnya telah meninggal karena tenggelam di pantai. Laura pingsan.
***
Aku menghela nafas panjang. Memang sungguh tragis kisah Laura. Masih terlihat jelas lukisan kesedihan di wajahnya.
”Ra....!”
”Aku tak pernah membayangkan semua akan berakhir seperti itu Tan. Ketika aku melihat ombak yang terus menggulung pantai, hanya Nisa yang ada dipikiranku..” jelas Laura.
”Betapa bodohnya aku, ketika sahabatku berusaha untuk membelaku, aku malah berlari meninggalkannya. Aku selalu menyesal jika teringat kejadian itu...” lanjut Laura seraya mendesah. Pahit.
”Biarkan semuanya berlalu Ra! Kamu harus berusaha untuk tegar, mungkin kamu harus sedikit melupakan kenangan pahit yang pernah kamu alami. Bertawakkallah kepada Allah, jangan pernah meragukannya. Dan untuk Nisa, teruslah doakan dia, tenangkan dirimu. Doakanlah yang terbaik untuknya, dan bersujudlah kepada Allah. Aku yakin, Allah akan mengirimkan Nisa-Nisa yang lain untukmu.” ujarku pelan.
Kami terdiam, kelu di mata Laura masih jelas terpancar.
”Sekarang, ayo kita pulang. Matahari sudah mulai terbenam, jangan sampai kita lupa sholat magrib. Ayo kita sholat berjama’ah bersama Sitta dan kawan-kawan yang lain. Anggaplah mereka adalah Nisa-Nisa yang baru!” hiburku.
Sebuah senyuman terbias di wajahnya. Segera aku berdiri dan mengulurkan tanganku, sebagai isyarat aku akan berusaha menjadi sahabat yang baik untuknya. Laura pun menyambut uluran tanganku. Dengan langkah gontai Laura berusaha berjalan menyamakan langkah kakinya denganku. Berusaha melupakan kesedihan, dan berusaha bangkit untuk hidup yang lebih bermanfaat.
Tak jauh dari pandanganku, terlihat Sitta dan yang lain berlari sambil melambaikan tangan kepada aku dan Laura.
”Nah, itu mereka! Tidakkah kau mensyukurinya Ra? Allah sangat sayang padamu, meski satu Nisa telah pergi mendahului kita, tapi Allah memberikan sahabat-sahabat yang lebih dari satu untukmu.” ujarku lembut.
”Iya Tan. Aku pasti akan sangat bersyukur, karena Allah memberikan sahabat-sahabat yang sangat baik dan tulus menyayangiku,”
Laura tersenyum.
”Nah, begitu jauh lebih baik! Sekarang hapuslah air matamu, jangan sampai nanti mereka mengira kita bertengkar gara-gara melihat kau menangis.” candaku.
” Kamu berlebihan Tan!” ujar Laura sambil tersenyum.
”Ha...ha...ha... aku senang melihat kau tersenyum lagi! Jangan sedih lagi ya sobat!” candaku lagi.
Senja itu, sebuah kisah pahit Laura terungkap, disaksikan oleh gulungan ombak pantai yang perlahan menderai pasir pantai.
Jika air mata yang selalu membasahi kesedihanku
Mungkin tangan ini yang akan menghapusnya
Walau dalam sekejap kering ditiup hembusan angin
Namun kesedihan itu masih melekat dihatiku
Setiap kali aku merasakan kesedihan
Selalu ku jalani dengan kesendirian
Tanpa ada yang tahu perasaan ini
Tanpa ada yang peduli rasa dihati
Namun sekarang aku sudah berbeda
Mungkin aku bukan yang dulu
Yang selalu kesepian hanya ditemani kesendirian
Yang selalu menghapuskan sendiri deraian air mata ini
Dirimu…
Telah membuatku bangkit
Membuat ku mengerti akan semua ini
Saat suka maupun duka
Saat-saat indah, canda dan tawa yang kurasa
Dirimu yang selalu menemaniku
Selalu hadir saat ku membutuhkanmu
Memberikan pundakmu tuk bersandar diatas duka ku
Sahabatmu...
__
LOVE MY BEST FRIEND
No comments:
Post a Comment
Tinggalkan jejakmu! ^_^