Bismillahirrohmaanirrohiim
“Tidak penting kamu suka atau tidak, yang penting, Allah ridho atau
tidak”.
Sepenggal kata
mutiara yang membuatku yakin menempuh langkah di jama’ah ini. Aku mengenal jama’ah ini (baca: Dakwah Kampus) baru ketika Aku
mengijakkan kaki di bangku Perguruan Tinggi dan mulai berusaha untuk istiqomah
sejak Aku duduk di bangku semester 3. Aku dibesarkan dalam keluarga yang
Alhamdulillah kaya akan perbedaan. Seorang Ayah yang aktif di dunia politik dan
pendidikan, Ibu yang juga mantan aktivis dan bekerja sebagai PNS di salah satu
RS Umum, saudara perempuan yang sudah berkeluarga (Alhamdulillah sudah punya 1
anak laki-laki) yang lucu dan soleh, amin. Sekarang saudara perempuan
bekerja sebagai PNS di sebuah Badan Riset Kelautan di Purwakarta, saudara
lelakiku yang pertama dan juga sudah bekerja di salah satu kantor Pemerintahan
RI, terakhir saudara lelakiku yang juga seorang aktivis organisasi mahasiswa
yang sedang menyusun skripsinya. Keluarga yang kaya akan perbedaan dan membuat
semuanya menjadi lebih berwarna. Salah satu perbedaan yang unik ialah
PERGERAKKAN, pergerakkan yang Aku dan keluargaku geluti.
Sejak semester 3 lalu, Aku
sah dibai’at sebagai ADK (Aktivis Dakwah
Kampus). Sejak saat itu, kondisi lingkungan dan persaudaraan perlahan membuatku
harus berubah. Berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Tapi, perubahan ini
bukan semata-mata ikut-ikutan lingkungan, Alhamdulillah memang Aku berusaha
menjemput hidayah yang Allah ‘lemparkan’. Stampel ADK seperti ‘tertulis’ jelas
di dahi ini, beberapa teman (ammah) yang ‘kritis’ yang melihat seorang
perempuan yang berjilbab lebar, lengkap dengan kaos kaki dan manset tangan yang
tak pernah lepas, terutama rok yang selalu Aku kenakan, membuat mereka yang
bertemu bertanya “Kamu ADK ya Ma?”. Aku hanya tersenyum dan menjawab “Ya, Aktivis Dakwah Kampus
kan? Aku memang ikut organisasi dakwah di FKIP”.
Lama waktu berlalu,
sebulan, dua bulan. Keluarga mulai merasa ada perubahan yang drastis pada
diriku. Tidak hanya penampilan, kewajiban harian, misal: shalat yang biasanya
selesai shalat wajib Aku langsung tilawah, tapi kuselingi dulu dengan shalat
sunnah rawatib dan membaca Al ma’tsurat (baca Al ma’tsurat biasanya dominan ADK
yang melakukan). Bunda, Yanda dan Abangku yang mereka juga adalah
aktivis-aktivis di masanya (kebetulan saudariku dan Abangku yang pertama tidak
berminat menjadi aktivis, mereka lebih study oriented). Yanda dan Bundaku adalah alumni aktivis sebuah himpunan
mahasiswa yang sudah cukup lama berdiri (baca: H*I) dan ternyata Abangku
tertarik mengikuti jalur organisasi orangtuaku. Jujur, tidak kupungkiri sejak
masuk ke Perguruan Tinggi Negeri ini tidak pernah terpikirkan olehku untuk ikut
sibuk dalam organisasi-organisasi kampus. Mulai mengenai tarbiyah ala ADK pun
baru di dunia kampus ini. Sempat Abang menawarkanku untuk ikut bergabung di H*I
tapi diri ini merasa belum sreg untuk masuk ke sana. Namun,
entah kenapa ketika masuk ke jema’ah ini Aku merasa ‘betah’.
Hari berganti hari, bulan
pun berganti bulan. Sejak sibuk di jema’ah ini mulai dari agenda-agenda taujih,
tasqif, amanah dakwah dalam wajihah dan sebagainya. Kesibukan itu makin nampak
dilihat oleh keluargaku. Ditambah kondisi kampus tempat Abangku kuliah sedang
ada Pemilihan Presiden Mahasiswa kampusnya. Abangku ditunjuk oleh
rekan-rekannya menjadi Calon Presiden Mahasiswa dan beberapa organisasi
mahasiswa lainnya termasuk H*I turut mendukung Abangku. Rivalnya, adalah Ikhwan
ADK. Ya! Sebuah kondisi yang membuatku galau. Panjang cerita, Abangku kalah
dalam pemilihan dan akhirnya Ikhwan ADK yang menang. Tahukah kamu apa yang
terjadi? Silahkan lanjutkan membacanya.
Malamnya, Aku yang tahu
kekalahan Abang, sempat berpikir untuk diam saja. Namun, tak lama Abang
menghampiriku yang sedang asyik menonton acara debat politik di TV. Sedikit
pecakapan berawal dari Abang yang bertanya.
“Pinter ya cara ADK, kalah Abangmu nih...”
ujarnya.
“Ya udah Bang, belum rejeki dan mungkin Allah
memang gak meridhoi Abang jadi Presma. Ambil hikmahnya,
disuruh nyelesain skripsi tuh! Hehehe...” ledekku.
“Iya, gimana mau menang. Adek1 sendiri be dukung orang lain” jawabnya lagi.
“Dukung apa bang? Adek kan beda kampus sama Abang, gimana bisa dukung?”
tanyaku.
“Ya, adekkan ADK sekarang...” jawabnya singkat dan langsung
berlalu.
“Hmm...” gumamku.
Aku merenung sejenak. Tak lama,
bunda datang menghampiriku. Kali ini, Aku yang membuka percakapan.
“Bun, adek mau nanya. Salah ya kalau jalan yang adek pilih sama Abang beda?” tanyaku...
To be continue, alias bersambung ^_^ Part Two ADK!
Indralaya, 10 April 2012
Mulai
pukul 22:20 WIB
Selesai
pukul 00:12 WIB