Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Sedikit bingung bagaimana memulai pengalaman saya hari ini. Yang jelas, cukuplah dikatakan akselerator denyut jantung sekaligus pemicu melonjaknya tingkat emosi. Dan semua diawali dari gambar di atas. Ya. gambar itu adalah timeline saya di akun jejaring sosial twitter saya : @twelvedesrina yang kemudian saya captured, dan saya jadikan display picture untuk profile BBM. Tiga menit setelah saya ganti DP, BB saya nyaris disfungsi, gara-gara banyaknya BBM yang masuk dan bernada protes atas apa yg saya tulis di twitter.
BBM pertama : "Memangnya semua perempuan berjilbab itu berkualitas?"
BBM kedua : "Banyak yang menjadikan jilbab kedok mbak.."
BBM ketiga : "Ngga jaminan orang berjilbab lebih alim dari yang pamer p*ha dan d*da"
BBM keempat : "Jangan bicara kualitas jeung, banyak yg jilbab tp moralnya rendah, masih bikin dosa"
BBM kelima : "Sist, jilbab hati dulu baru kepala. Banyak yg ga jilbab tapi lebih taat ibadah, lebih shalihah"
BBM keenam : "Hareee geneee... banyak cewe jilbab yg munafik.."
BBM ketujuh : "Jaga omongan bu, merendahkan kita yg ga jilbab"
BBM kedelapan : "Artinya istri saya murahan donk?"
BBM kesembilan : "Ga usah ngomongin jilbab. Situ banyak dosa juga kan? Mentang2 pake jilbab. Muna deh.." --> saya langsung di delcont.
BBM kesepuluh : "Banyak kok mbak cewe jilbab yg kelakuannya lebih amit2 dari cewe pake baju seksi"
BBM kesebelas : "Ngomongin kualitas ni? Mbak tau ga, cewe jilbab ada yang main film b**ep!" --> astaghfirullah!
Beberapa menit setelah BB saya tidak "panas" lagi (sepanas hati saya :D) saya mulai membuka satu persatu pesan dari muslimah-muslimah (dan satu muslim yang membicarakan istrinya) yang belum berjilbab tersebut.
Yaah, setan sekarang canggih. Mereka punya perangkat dengan teknologi tinggi untuk melakukan manuver terhadap kita, tujuannya apalagi kalau bukan menghancurkan perangkat proteksi untuk menjaga akhlak, perilaku dan keimanan kita. Salah satu bukti profesionalisme setan ya ini, memancing emosi saya sampai-sampai hampir saya memaki-maki saudari muslimah yang melakukan aksi protes terhadap tulisan saya. Untungnya setannya langsung kabur mendengar istighfar! :D
Setelah berhasil menenangkan diri, saya coba menelaah satu persatu reaksi dari para pembaca tulisan saya. Yang saya dapat adalah reaksi bersifat kontradiktif dari muslimah yang belum tergerak hatinya untuk mengenakan hijab. Lalu saya menjawab satu persatu, diawali dengan mengutip Ayat Qur'an, Surat Al-Ahzab : 59, yaitu :
Artinya : Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah mereka mengulurkan hijabnya ke
seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (QS Al-Ahzab (33) : 59)
Setelah meminta
mereka untuk membaca ayat di atas, saya kemudian menjawab sebisanya setiap BBM yang
masuk. Dan banyak reaksi yang saya dapat. Ada yang diam, tidak menjawab lagi. Ada
yang mengajak berdebat, ada yg memaki dan langsung menghapus saya dari daftar
kontaknya, dan adalagi yang membalas dengan menulis di status BBM-nya :
"Munafik! Mulut tu pakein jilbab dulu, baru kepala! Hari gini jangan sok
suci, sok alim, padahal PENIPU". Lagi-lagi saya hanya bisa beristighfar.
Dan demi mendinginkan keadaan, saya kemudian menulis di status BBM saya :
"Tidak ada maksud menggurui atau merasa yang paling benar. Saya hanya
berbagi tentang pentingnya menutup aurat. Kebenaran hanya milik Allah SWT"
Beberapa diantara
mereka ada yang masih terus mengajak saya untuk berdebat, kendati kata-katanya
lebih lunak. Seperti misalnya
yang sibuk membahas soal perempuan tak berjilbab lebih shalih daripada yang
berjilbab.
Saya hanya berkomentar singkat, mengutip twitternya Kang @hafidz_ary : "jilbab
dianggap pucak keshalihan perempuan, padahal ini kewajiban dasar". Ya, sesuai ayat di
atas, menutup aurat adalah kewajiban dasar seorang muslimah. Hal yang WAJIB
dilakukan muslimah. Jadi, stereotipe yang mengatakan bahwa perempuan yang
menutup auratnya haruslah shalih dan siap mental, yang sering diistilahkan
dengan 'jilbabkan hati dulu', atau 'ibadah harus sempurna dulu' itu tidaklah
benar. Jilbab bukanlah bentuk penyempurnaan ibadah, namun justru hal yang paling
awal dilakukan muslimah. Tidak menutup aurat berarti melanggar perintah Allah,
dan setiap pelanggaran perintah Allah adalah perbuatan dosa. Jadi
bagaimana mungkin seorang muslimah melaksanakan ibadah yang lain tapi
mengabaikan kewajiban dasarnya?
Banyak pula yang
bilang : "Percuma pake jilbab, masih bikin dosa". Sekarang mari kita
telaah, bukannya tidak menutup aurat juga sebuah perbuatan dosa? Jadi kalau
muslimah yang tidak berjilbab berbuat dosa, jadi dosanya double donk? Kalau
menurut saya sih, lebih baik kita ubah paradigma yang seperti itu.
Melihat seorang muslimah menggunakan tutup kepala (bukan tutup aurat) yang
masih melakukan hal kurang terpuji lantas membuat yang tidak berjilbab tapi
berkelakuan lebih terpuji langsung menganggap dirinya lebih baik. Sangat bijak
kalau kita melihat sisi positif seseorang. Positifnya apa? Dia berjilbab.
Negatifnya? Ya jangan kita tiru. Tunjukkan saja kalau kita muslimah yang taat
dengan menutup aurat dan juga berperilaku baik.
Masa lalu seseorang
yang buruk juga sering dikaitkan dengan penggunaan jilbab. Misalnya : "Ah,
sok alim, padahal dia kan mantan napi" atau "kedok aja itu, dulu dia
suka clubbing, mabok, narkoba, gonta ganti pacar" Atau yang ekstrim
"Jangan ngomongin jilbab deh, inget ngga dulu suka pamer pa*a sama d*da
kemana-mana?". Astaghfirullah.. Kalau saya boleh menganalogikan masa lalu,
maka akan saya anggap masa lalu adalah kaca spion. Kenapa kaca spion dibuat
kecil? Sebab kita tidak usah terlalu fokus disana. Fungsi spion hanya untuk
dilihat sesekali sebagai pembelajaran, agar kita tidak mengulangi kesalahan
yang sudah kita buat di belakang. Lalu fokuslah pada kaca depan yang membuat
pandangan kita akan segala sesuatu di depan sana begitu luas. Terkadang banyak
orang yang cenderung mempermasalahkan masa lalu seseorang yang suram, namun
mengabaikan bagaimana ia berproses untuk membuat masa depannya lebih cerah.
Sekali lagi, saya ingin mengutip tulisan yang saya buat di buku saya
"Dunia Tanpa Lelaki" : Orang bijak bukanlah orang yang tidak pernah
melakukan kesalahan, melaikan orang yang mampu belajar dari kesalahan yang
diperbuatnya, sesegera mungkin memperbaikinya, dan tidak lagi mengulanginya.
Menyesali kesalahan dan tidak mengulanginya adalah taubat. Taubat artinya
membenci perbuatan dosa sebagaimana dia pernah mencintainya. Kalau seorang
muslimah dulunya sering bermaksiat, kemudian bertaubat, menutup aurat, dan
memperbaiki akhlak dan ibadahnya, maka insyaallah dia menuju ke arah Khusnul
Khatimah. Bukankah itu jauh lebih baik daripada muslimah yang konsisten pada
ketidaktaatannya atas perintah Allah? Mengabaikan perintah menutup aurat adalah
bentuk ketidaktaatan. Maka, seburuk apapun masa lalu muslimah, lalu kemudian ia
bertaubat, adalah jauh lebih baik. Allah Maha Pengampun. Seperti Firman Allah :
“Dan sesungguhnya Aku
Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beramal shaleh kemudian tetap di
jalan yang benar.”
(Thaaha: 82).
Membaca semua BBM
yang masuk membuat hati saya miris. Tulisan saya menuai kritik justru dari
sesama dan muslimah. Tidak satupun mereka yang non-muslim mempermasalahkan
tulisan saya. Ironis sekali. Salah satu teman non muslim sempat bertanya pada
saya : Dez, kenapa banyak ya cewek-cewek islam yang ribut banget
menjelek-jelekkan temennya yang berjilbab?". Ya, miris memang. Mereka yang
bukan muslimah tentu saja mengabaikan tulisan saya, toh, dalam ajaran agama
mereka tidak ada perintah berjilbab. Saya sendiri, walaupun tidak pernah
membenarkan ajaran agama mereka, tapi setidaknya menghargai mereka yang tidak
menjelek-jelekan saudarinya. Kalau saya telaah, mungkin saudari muslimah
sebaiknya sedikit menyikapi dengan adil tulisan-tulisan orang-orang yang ingin
berbagi tentang pentingnya menutup aurat. Hidayah itu adalah anugerah Allah SWT
untuk mereka yang menggunakan akal dan hatinya untuk mencari jalan yang benar
menuju Cinta Allah. Jadi, daripada saling mencela, ada baiknya kita sikapi
dengan baik saja. Toh, tidak ada ruginya saling mengingatkan? Dan bukankah yang
disampaikan adalah ajakan menyeru kepada kebaikan?
Daripada kita masing-masing
merasa paling benar, lebih baik kita bersama-sama mencari jalan ke arah
kebenaran. Kalau saya sendiri sih merasa jadi manusia yang belum benar. Bukankah
lebih baik menjadi orang yang merasa belum benar daripada merasa sudah benar,
apalagi merasa paling benar? Kebenaran hanya milik Allah SWT. Saya hanya
bisa berdo'a, semoga Allah memberikan hidayah-Nya kepada kita semua. Aamiin..
Semoga bermanfaat! :)
Wassalamu'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh